Proyek Jalan Suban–Pardasuka Dikeluhkan Warga

Lampung Selatan, INC Media — Proyek Jalan Suban–Pardasuka yang dikerjakan CV Adie Jaya Perkasa di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lampung Selatan menuai sorotan. Alih-alih memperbaiki akses warga, pekerjaan senilai hampir Rp8 miliar itu justru menimbulkan keluhan dari masyarakat Kecamatan Merbau Mataram.

Pantauan awak Media pada 14 Oktober 2025 menunjukkan kondisi memprihatinkan. Setelah badan jalan dikupas menggunakan alat berat, tanah hasil pengerukan dibiarkan menumpuk di sisi jalan tanpa dirapikan. Ketika hujan turun, material berubah menjadi lumpur licin, membuat jalan sulit dilalui kendaraan.

“Saya tiap hari lewat sini, Bang. Kemarin saya dan istri sempat terpleset karena licin. Seharusnya ada timbunan sementara atau batu urug agar tidak becek. Ini sudah beberapa hari tidak ada pergerakan lagi,” ujar seorang warga di lokasi.

Indikasi Kelalaian Teknis

Kondisi itu memperlihatkan dugaan kelalaian teknis dalam pelaksanaan pekerjaan, terutama pada penanganan material hasil grader. Dalam standar teknis pekerjaan jalan, tanah hasil pengupasan seharusnya langsung dibuang atau dimanfaatkan kembali sebagai timbunan (subgrade balancing) untuk menjaga kestabilan badan jalan.

BACA JUGA : Pembangunan Jalan Pekon Suka Agung Permudah Akses Warga Tanggamus

Ketiadaan pengelolaan material sisa itu dikhawatirkan akan merusak struktur dasar jalan dan menurunkan mutu proyek.

Alamat Kantor Kontraktor Diduga Fiktif

Tim media menelusuri alamat yang tercantum dalam dokumen tender, yakni di Jl. Imam Bonjol Gg. Bambu Kuning No.013, Kota Metro. Namun di lokasi tersebut hanya ditemukan warung kelontong bernama Toko Harmoni, tanpa aktivitas perkantoran sebagaimana mestinya bagi badan usaha jasa konstruksi.

Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana proses verifikasi peserta tender bisa meloloskan perusahaan dengan alamat yang tak sesuai?

Proyek ini tercatat di LPSE Lampung Selatan dengan nilai HPS Rp7.998.770.451,79 dan harga negosiasi Rp7.993.117.557,23. Selisihnya hanya sekitar Rp5,6 juta (0,07%), memperkuat dugaan minimnya kompetisi tender.

Analisis Regulasi dan Kewajiban Hukum

Sejumlah aturan sebenarnya telah menegaskan tanggung jawab penyedia jasa konstruksi:

  • UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Pasal 59 ayat (1): penyedia wajib bekerja sesuai kontrak dan standar mutu.
  • Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pasal 77 huruf (d): pelanggaran spesifikasi teknis dapat berujung sanksi administrasi atau pemutusan kontrak.
  • Permen PUPR Nomor 14/PRT/M/2020: penyedia wajib menjaga keselamatan lingkungan kerja, termasuk penanganan material sisa galian.

BACA JUGA : Kasus Korupsi DLH Tubaba: Dua Pejabat Resmi Ditahan Kejari

Minim Pengawasan, Potensi Kerugian Negara

Lambannya progres pekerjaan serta lemahnya pengawasan dari dinas teknis memunculkan kekhawatiran akan kerusakan struktur tanah dasar (subbase). Bila dibiarkan, kualitas proyek bisa menurun dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Warga berharap pemerintah daerah segera mengevaluasi kinerja kontraktor dan konsultan pengawas agar proyek ini tidak menjadi preseden buruk bagi pengelolaan dana publik.

Catatan Redaksi

Proyek pemerintah seharusnya menjawab kebutuhan masyarakat, bukan menambah beban warga. Bila pengawasan dan transparansi terus diabaikan, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap tata kelola pembangunan di daerah.

(Tim/Red)

 

Tag:

proyek jalan, Lampung Selatan, PUPR, tender fiktif, konstruksi bermasalah, CV Adie Jaya Perkasa, pengawasan proyek, korupsi anggaran, infrastruktur desa